George
Herbert Mead
George Herbert Mead lahir di South Hadley,
Massachussetts, Amerika pada tanggal 27 Februari 1863. Dia merupakan anak dari
seorang pendeta. Ayahnya bernama Hiram Mead. Selain sebagai pendeta, ayah Mead
juga merupakan pengajar di seminar teologi di Oberlin, Ohio. Ibu Mead yang
bernama Elizabeth Storrs Billings merupakan pengajar di Oberlin College selama
dua tahun kemudian menjadi presiden di Mount Holyoke College selama sepuluh
tahun.
Pada saat George Herbert Mead berusia 7 tahun, dia
masuk ke Fakultas Teologi di Oberlin Collage di Ohio dan selesai pada tahu
1883. Setelah lulus dari Oberlin pada usianya yang ke 20 tahun, Mead mengajar
pada sebuah sekolah namun hanya bertahan sebentar karena di sekolah tersebut
siswanya suka memberontak dan berbuat gaduh. Pada dasarnya tidak ada keinginan
belajar dari para siswanya. Setelah itu dia menjadi pekerja survei yang
menyusun batasan jalan raya sepanjang 1100 mil dari Mannesota ke Saskatchewan
selama tiga tahun.
Mead masuk ke Harvard University selama satu tahun
untuk mengkaji filsafat dan psikologi beserta bahasa Latin, Yunani, dan subyek
lainnya. Mead tertarik pada filsafat romantik dan idealistik milik Hegel. Oleh
karena itu dia pergi ke Jerman selama tiga tahun sebagai murid filsafat dan
psikologi di Leipzig dan Berlin. Dalam prosesnya menuntut ilmu inilah Mead
lebih tertarik pada psikologi ketimbang filsafat. Tahun 1891, Mead kembali ke
AS dan mengajar di Universitas Michigan selama tiga tahun. Dan pada tahun 1894,
ia bergabung dengan Departemen Filosofi di Universitas Chicago dan tetap di
sana hingga meninggal pada tahun 1931.
Dalam hidupnya, Mead tidak pernah mengeluarkan atau
menulis buku. Setelah dia meninggal, para mahasiswa Mead seperti Herbert Blumer
dan William I. Thomas mengeluarkan buku tentang pemikiran Mead. Buku itu
merupakan rangkuman pelajaran yang pernah Mead ajarkan kepada para
mahasiswanya. Ini merupakan hasil pemikiran Mead yang didokumentasikan dari
catatan para mahasiswanya. Oleh sebab itu buku tentang teori Mead dianggap
kurang sistematis.
Sedikit mengulas, teori yang diusung George Herbert
Mead adalah interaksionalisme simbolik di mana dari teori tersebut terdapat
tiga konsep yang sangat terkenal yaitu mind, self, and society.
A. Mind
Mind identik dengan simbol. Sebelum kita
membahas apa itu mind, alangkah baiknya bila kita tahu
terlebih dahulu apa itu simbol. Simbol mewakili apa pun yang individu setujui.
Sesuatu akan dianggap sebagai simbol jika ada sesuatu yang lain yang terdapat
di dalamnya. Sesuatu yang memiliki satu makna saja atau tanpa melalui proses
interpretasi, maka belum bisa disebut dengan simbol. Contohnya adalah bunga.
Jika hanya bunga saja belum termasuk simbol. Namun jika konteksnya bunga desa
atau bunga bank, maka itu dapat disebut dengan simbol. Simbol bersifat luas.
Bisa meliputi apapun. Namun pada dasarnya simbol dibagi menjadi dua yaitu
gerak-gerik (gesture) dan visual (bahasa).
Menurut Mead, mind bukanlah suatu
benda melainkan suatu proses sosial. Mind atau yang biasa
dianggap sebagai akal budi identik dengan penggunaan simbol-simbol. Mind inilah
yang membedakan antara manusia dengan hewan. Seperti yang telah dijelaskan di
atas bahwamind itu merupakan penerapan atau identik dengan
simbol-simbol di mana simbol sendiri ada dua jenis yaitu gerak-gerik dan
bahasa.
Mengapa mind dikatakan membedakan
manusia dengan hewan? Karena mind melalui proses berfikir. Contoh,
kucing menggerang dengan menaikkan ekor dan mengeluarkan taringnya kepada
kucing lain yang ingin merebut makananya. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai
simbol karena gerangan yang dilakukan kucing adalah insting. Tidak terpikirkan
oleh kucing itu bahwa jika dia menggerang dan menaikkan ekornya itu si kucing
menyampaikan pesan “Jangan ambil makanan saya atau saya akan marah”. Yang
berjalan dikalangan hewan itu tadi hanya insting untuk memenuhi kebutuhan makan
mereka. Berbeda jika dengan manusia. Saat ada dua orang laki-laki di pinggir
jalan sedang mengepalkan tangan kearah lawannya yang bisa diartikan sebagai
bentuk tantangan yang akan membuat lawan berinteraksinya melakukan respon
seperti mengejar atau menghajarnya. Kepalan tangan dalam kasus di atas
merupakan simbol gerak-gerik yang memiliki makna amarah atau tantangan.
Inilah yang dimaksudkan mind membedakan antara hewan dan
manusia. Jika hewan hanya sebatas insting sedangkan manusia melalui proses
penangkapan simbol dan mencernanya untuk kemudian direspon.
Selain gesture, Mead memaparkan tentang
simbol bahasa. Contoh untuk simbol bahasa adalah pada suatu pagi di sebuah
jalan ada seseorang yang ingin menyeberang jalan. Dari arah berbeda melajulah
truk dengan kecepatan tinggi. Orang di sekitarnya ada yang meneriakinya “Awas!!!
Ada truk dengan kecepatan tinggi dari Selatan” atau dapat juga jika orang itu
sendiri yang melihat truk melaju kencang dari arah Selatan lalu dia mengatakan
pada dirinya sendiri “Lebih baik aku mempercepat jalanku karena ada truk yang
melaju kencang dari arah Selatan”. Kemampuan seseorang dalam menggunakan simbol
bahasa memungkinkan dia dapat melihat dirinya melalui prespektif orang lain.
Bagi Mead, simbol bahasa sangat berarti karena tiap
individu akan dapat mendengar dirinya tanpa mengetahui gestur yang
dia lakukan. Yang kita katakan akan dapat mempengaruhi diri kita sendiri
ataupun orang lain. Misalnya, dalam sebuah ruangan terdapat tiga orang. Sebut
saja mereka A, B, dan C. Saat A mengatakan sesuatu namun tidak ada respon, dia
mulai merasakan ketiadaan respon itu sehingga dia mencoba menjelaskan ulang apa
yang dia maksud ketemannya. Di sini A bisa membaca dirinya melalui respon orang
di sekitarnya. Begitupun ketika B merespon untuk bertanya maksud dari ucapan si
A.
Menggunakan simbol bahasa berarti mengharuskan kita
untuk mengetahui atau memiliki bahasa yang sama. Mengapa demikian? Karena
simbol identik dengan respon yang sama. Contoh, “Buang kertas itu ke ujung
Barat kelas!” Orang yang mendengarkan instruksi itu akan membuangnya ke tempat
yang sama.
Namun mind memiliki fleksibilitas
dari pemikiran. Maksudnya adalah ketika simbol tidak dapat dimengerti oleh
lawan bicara, pasti lawan bicara akan mencoba menerka-nerka apa yang
dimaksudkan dalam pembicaraan itu sehingga tetap ada interaksi walaupun mungkin
respon yang akan dilakukan akan sedikit terhambat.
Konsep tentang mind sangat penting
bagi Mead karena tiap perbuatan yang kita lakukan akan memiliki arti jika mind kita
dapat kita tempatkan dalam diri orang lain. Hal ini akan membuat kita mudah
untuk menafsirkan pikiran dengan tepat.
B. Self
Self memiliki sifat dinamis. Self berada
di luar diri individu namun tetap berinteraksi dengan dunia luar. Self sendiri
dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Play stage (tahap
bermain)
Tahap ini merupakan tahap awal di mana anak mulai melakukan imitasi peran
orang-orang yang ada di sekitarnya. Misalnya anak perempuan mengambil peran
dalam bermain menjadi seorang ibu. Begitupun dengan anak laki-laki yang
mengambil peran untuk menjadi seorang ayah. Dalam tahap ini kadang juga
anak meniru peran lain dalam bermainnya. Seperti pura-pura jadi guru, dokter,
perawat, polisi, dan lain sebagainya.
Dalam tahap ini anak belajar bertingkah laku sesuai dengan harapan orang
lain dalam status tertentu. Walau pada tahap ini masih merupakan tahap bermain
di mana anak belum benar-benar memiliki peran yang harus dia
pertanggungjawabkan.
2. Game stage (tahap
pertandingan)
Pada tahap ini anak mulai memiliki statusnya dan mulai memikirkan status
orang lain. Contonya adalah seorang anak yang dalam regu sepak bolanya berperan
menjadi penjaga gawang. Dia sudah memiliki tanggung jawab atas perannya dalam
regu ini sehingga dia harus menjaga gawangnya dengan serius. Namun di sisi lain
dia juga harus mengerti posisi anggota satu regunya. Dia harus tahu posisi
teman-temannya saat itu untuk mencapai tujuan mereka bersama yaitu kemenangan.
Tidak bisa ketika musuh mendekat si penjaga gawang takut dan meminta sayap
kanan untuk menggantikannya sebagai penjaga gawang. Karena di sini peran sudah
di bagi dan tentu dengan pembagian peran tersebut akan menimbulkan pembagian
kerja atau tugas. Contoh lain adalah saat dia menjadi penyerang. Dia sadar
betul perannya apa dan tugasnya apa. Namun dia juga harus tahu peran dan tugas
teman-teman satu regunya. Misalkan, dia tidak boleh mengoper bola jika teman
sedang diawasi ketat atau saat berada dibatas off side.
Dalam tahap ini anak belajar melihat orang banyak dan sesuatu yang
impersonal yaitu aturan dan norma yang berlaku di sana. Di sini anak dituntut
untuk memahami peran dirinya sendiri dan peran orang lain.
3. Generalized other
Generalized other merupakan harapan-harapan, standar umum,
kebiasaan yang berlaku pada tempat tersebut.
Generalized other yang menerangkan the general cultural norms and
values shared by us and others that we use as a point of refrence in evaluating
ourselves. (Rachmad K. Dwi Susilo: 2008: 73)
Dalam tahap ini anak dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan yang
diharapkan masyarakat. Contohnya, di daerah A anak perempuan sudah terbiasa
dengan mencuci piring dan menyapu halaman karena dalam masyarakat itu terdapat generalized
other yang menyatakan bahwa membatu orang tua itu baik. Dalam tahap
ini anak diajarkan untuk belajar norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Jika kita membicarakan masalah konsep G H Mead tentang self, maka
tidak akan lepas dari diskusi Mead tentang “I” and “me”. Jika
kita lihat secara sepintas bisa kita lihat bahwa keduanya memiliki arti yang
sama yaitu saya. Namun dalam diskusinya, Mead membedakan antara keduanya di
mana jika kita mempelajari diri kita sebagai obyek, maka itu disebut dengan
“me”. Sedangkan jika kita mempelajari diri kita sebagai subyek maka itulah “I”.
“I” lebih bersifat spontan, kreatif, tidak terorganisir, tidak
terencanakan, tidak teramalkan, tidak dapat diperhitungkan. Sedangkan “me”
merupakan tindakan yang dilakukan atas perhitungan atau pemikiran sebelumnya.
Kesadaran “me” muncul setelah kita mengambil peran. Misalnya setelah kita
membuang kulit pisang tidak pada tempatnya kemudian setelah melakukan itu baru
berfikir apakah akan membahayakan orang atau tidak. Maka dari itu “me” merupakan
kontrol sosial.
“I” and “me” tidak bisa seimbang satu dengan yang lain.
Kebanyakan orang cenderung membuat salah satu dari keduanya untuk mendominasi
dalam hidup mereka. Contohnya adalah seniman yang lebih mengembangkan “I”
daripada “me”. Hal ini dikarenakan bagi seniman terkadang aturan itu membatasi
kreatifitas. Sehingga dia tidak mau menerima “me” bahkan memberontak “me”
karena jika dia mengikuti “me” akan ada norma atau aturan yang membatasinya.
Begitupun tokoh agama yang lebih memilih mengembangkan “me” daripada “I” karena
menurutnya aturan agamalah yang akan membahagiakan hidupnya. Terlebih aturan
agama telah berbaur dengan masyarakat.
C. Society
Untuk masalah masyarakat atau society dalam
buku yang saya baca, Mead tidak begitu mengembangkannya. Mead hanya melihat
masyarakat secara kecil dan menganggap lembaga organisasi hanyalah merupakan
respon yang biasa saja atas tingkah laku masyarakat. Mead hanya menyatakan
bahwa masyarakat ada sebelum ada individu dan proses mental atau proses
berfikir terbentuk dari masyarakat. Jadi, bagi Mead pola interaksi dan
institusi sosial itu hanya merupakan respon yang biasa terjadi dalam
masyarakat.
Jadi, pada dasarnya Teori Interasionisme Simbolik
adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan
atas makna-makna, di mana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang
lain, serta makna-makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat
interaksi itu berlangsung.
hello.. mau tanya kalo sumbernya ini dapet dari mana ya? thanks for sharing
ReplyDeleteiya saya juga mau tanya sumbernya dari mana?
ReplyDelete