Friday, 23 January 2015

Teori George Herbert Mead "MIND, SELF AND SOCIETY"

George Herbert Mead

George Herbert Mead lahir di South Hadley, Massachussetts, Amerika pada tanggal 27 Februari 1863. Dia merupakan anak dari seorang pendeta. Ayahnya bernama Hiram Mead. Selain sebagai pendeta, ayah Mead juga merupakan pengajar di seminar teologi di Oberlin, Ohio. Ibu Mead yang bernama Elizabeth Storrs Billings merupakan pengajar di Oberlin College selama dua tahun kemudian menjadi presiden di Mount Holyoke College selama sepuluh tahun.
Pada saat George Herbert Mead berusia 7 tahun, dia masuk ke Fakultas Teologi di Oberlin Collage di Ohio dan selesai pada tahu 1883. Setelah lulus dari Oberlin pada usianya yang ke 20 tahun, Mead mengajar pada sebuah sekolah namun hanya bertahan sebentar karena di sekolah tersebut siswanya suka memberontak dan berbuat gaduh. Pada dasarnya tidak ada keinginan belajar dari para siswanya. Setelah itu dia menjadi pekerja survei yang menyusun batasan jalan raya sepanjang 1100 mil dari Mannesota ke Saskatchewan selama tiga tahun.
Mead masuk ke Harvard University selama satu tahun untuk mengkaji filsafat dan psikologi beserta bahasa Latin, Yunani, dan subyek lainnya. Mead tertarik pada filsafat romantik dan idealistik milik Hegel. Oleh karena itu dia pergi ke Jerman selama tiga tahun sebagai murid filsafat dan psikologi di Leipzig dan Berlin. Dalam prosesnya menuntut ilmu inilah Mead lebih tertarik pada psikologi ketimbang filsafat. Tahun 1891, Mead kembali ke AS dan mengajar di Universitas Michigan selama tiga tahun. Dan pada tahun 1894, ia bergabung dengan Departemen Filosofi di Universitas Chicago dan tetap di sana hingga meninggal pada tahun 1931.
Dalam hidupnya, Mead tidak pernah mengeluarkan atau menulis buku. Setelah dia meninggal, para mahasiswa Mead seperti Herbert Blumer dan William I. Thomas mengeluarkan buku tentang pemikiran Mead. Buku itu merupakan rangkuman pelajaran yang pernah Mead ajarkan kepada para mahasiswanya. Ini merupakan hasil pemikiran Mead yang didokumentasikan dari catatan para mahasiswanya. Oleh sebab itu buku tentang teori Mead dianggap kurang sistematis.
Sedikit mengulas, teori yang diusung George Herbert Mead adalah interaksionalisme simbolik di mana dari teori tersebut terdapat tiga konsep yang sangat terkenal yaitu mind, self, and society.


A. Mind
Mind identik dengan simbol. Sebelum kita membahas apa itu mind, alangkah baiknya bila kita tahu terlebih dahulu apa itu simbol. Simbol mewakili apa pun yang individu setujui. Sesuatu akan dianggap sebagai simbol jika ada sesuatu yang lain yang terdapat di dalamnya. Sesuatu yang memiliki satu makna saja atau tanpa melalui proses interpretasi, maka belum bisa disebut dengan simbol. Contohnya adalah bunga. Jika hanya bunga saja belum termasuk simbol. Namun jika konteksnya bunga desa atau bunga bank, maka itu dapat disebut dengan simbol. Simbol bersifat luas. Bisa meliputi apapun. Namun pada dasarnya simbol dibagi menjadi dua yaitu gerak-gerik (gesture) dan visual (bahasa).
Menurut Mead, mind bukanlah suatu benda melainkan suatu proses sosial. Mind atau yang biasa dianggap sebagai akal budi identik dengan penggunaan simbol-simbol. Mind inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwamind itu merupakan penerapan atau identik dengan simbol-simbol di mana simbol sendiri ada dua jenis yaitu gerak-gerik dan bahasa.
Mengapa mind dikatakan membedakan manusia dengan hewan? Karena mind melalui proses berfikir. Contoh, kucing menggerang dengan menaikkan ekor dan mengeluarkan taringnya kepada kucing lain yang ingin merebut makananya. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai simbol karena gerangan yang dilakukan kucing adalah insting. Tidak terpikirkan oleh kucing itu bahwa jika dia menggerang dan menaikkan ekornya itu si kucing menyampaikan pesan “Jangan ambil makanan saya atau saya akan marah”. Yang berjalan dikalangan hewan itu tadi hanya insting untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Berbeda jika dengan manusia. Saat ada dua orang laki-laki di pinggir jalan sedang mengepalkan tangan kearah lawannya yang bisa diartikan sebagai bentuk tantangan yang akan membuat lawan berinteraksinya melakukan respon seperti mengejar atau menghajarnya. Kepalan tangan dalam kasus di atas merupakan simbol gerak-gerik yang memiliki makna amarah atau tantangan.  Inilah yang dimaksudkan mind membedakan antara hewan dan manusia. Jika hewan hanya sebatas insting sedangkan manusia melalui proses penangkapan simbol dan mencernanya untuk kemudian direspon.
Selain gesture, Mead memaparkan tentang simbol bahasa. Contoh untuk simbol bahasa adalah pada suatu pagi di sebuah jalan ada seseorang yang ingin menyeberang jalan. Dari arah berbeda melajulah truk dengan kecepatan tinggi. Orang di sekitarnya ada yang meneriakinya “Awas!!! Ada truk dengan kecepatan tinggi dari Selatan” atau dapat juga jika orang itu sendiri yang melihat truk melaju kencang dari arah Selatan lalu dia mengatakan pada dirinya sendiri “Lebih baik aku mempercepat jalanku karena ada truk yang melaju kencang dari arah Selatan”. Kemampuan seseorang dalam menggunakan simbol bahasa memungkinkan dia dapat melihat dirinya melalui prespektif orang lain.
Bagi Mead, simbol bahasa sangat berarti karena tiap individu akan dapat mendengar dirinya tanpa mengetahui gestur yang dia lakukan. Yang kita katakan akan dapat mempengaruhi diri kita sendiri ataupun orang lain. Misalnya, dalam sebuah ruangan terdapat tiga orang. Sebut saja mereka A, B, dan C. Saat A mengatakan sesuatu namun tidak ada respon, dia mulai merasakan ketiadaan respon itu sehingga dia mencoba menjelaskan ulang apa yang dia maksud ketemannya. Di sini A bisa membaca dirinya melalui respon orang di sekitarnya. Begitupun ketika B merespon untuk bertanya maksud dari ucapan si A.
Menggunakan simbol bahasa berarti mengharuskan kita untuk mengetahui atau memiliki bahasa yang sama. Mengapa demikian? Karena simbol identik dengan respon yang sama. Contoh, “Buang kertas itu ke ujung Barat kelas!” Orang yang mendengarkan instruksi itu akan membuangnya ke tempat yang sama.
Namun mind memiliki fleksibilitas dari pemikiran. Maksudnya adalah ketika simbol tidak dapat dimengerti oleh lawan bicara, pasti lawan bicara akan mencoba menerka-nerka apa yang dimaksudkan dalam pembicaraan itu sehingga tetap ada interaksi walaupun mungkin respon yang akan dilakukan akan sedikit terhambat.
Konsep tentang mind sangat penting bagi Mead karena tiap perbuatan yang kita lakukan akan memiliki arti jika mind kita dapat kita tempatkan dalam diri orang lain. Hal ini akan membuat kita mudah untuk menafsirkan pikiran dengan tepat.
B. Self
Self memiliki sifat dinamis. Self berada di luar diri individu namun tetap berinteraksi dengan dunia luar. Self sendiri dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Play stage (tahap bermain)
Tahap ini merupakan tahap awal di mana anak mulai melakukan imitasi peran orang-orang yang ada di sekitarnya. Misalnya anak perempuan mengambil peran dalam bermain menjadi seorang ibu. Begitupun dengan anak laki-laki yang mengambil peran untuk menjadi seorang  ayah. Dalam tahap ini kadang juga anak meniru peran lain dalam bermainnya. Seperti pura-pura jadi guru, dokter, perawat, polisi, dan lain sebagainya.
Dalam tahap ini anak belajar bertingkah laku sesuai dengan harapan orang lain dalam status tertentu. Walau pada tahap ini masih merupakan tahap bermain di mana anak belum benar-benar memiliki peran yang harus dia pertanggungjawabkan.
2. Game stage (tahap pertandingan)
Pada tahap ini anak mulai memiliki statusnya dan mulai memikirkan status orang lain. Contonya adalah seorang anak yang dalam regu sepak bolanya berperan menjadi penjaga gawang. Dia sudah memiliki tanggung jawab atas perannya dalam regu ini sehingga dia harus menjaga gawangnya dengan serius. Namun di sisi lain dia juga harus mengerti posisi anggota satu regunya. Dia harus tahu posisi teman-temannya saat itu untuk mencapai tujuan mereka bersama yaitu kemenangan. Tidak bisa ketika musuh mendekat si penjaga gawang takut dan meminta sayap kanan untuk menggantikannya sebagai penjaga gawang. Karena di sini peran sudah di bagi dan tentu dengan pembagian peran tersebut akan menimbulkan pembagian kerja atau tugas. Contoh lain adalah saat dia menjadi penyerang. Dia sadar betul perannya apa dan tugasnya apa. Namun dia juga harus tahu peran dan tugas teman-teman satu regunya. Misalkan, dia tidak boleh mengoper bola jika teman sedang diawasi ketat atau saat berada dibatas off side.
Dalam tahap ini anak belajar melihat orang banyak dan sesuatu yang impersonal yaitu aturan dan norma yang berlaku di sana. Di sini anak dituntut untuk memahami peran dirinya sendiri dan peran orang lain.
3. Generalized other
Generalized other merupakan harapan-harapan, standar umum, kebiasaan yang berlaku pada tempat tersebut.
Generalized other yang menerangkan the general cultural norms and values shared by us and others that we use as a point of refrence in evaluating ourselves. (Rachmad K. Dwi Susilo: 2008: 73)
Dalam tahap ini anak dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Contohnya, di daerah A anak perempuan sudah terbiasa dengan mencuci piring dan menyapu halaman karena dalam masyarakat itu terdapat generalized other yang menyatakan bahwa membatu orang tua itu baik. Dalam tahap ini anak diajarkan untuk belajar norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Jika kita membicarakan masalah konsep G H Mead tentang self, maka tidak akan lepas dari diskusi Mead tentang “I” and “me”. Jika kita lihat secara sepintas bisa kita lihat bahwa keduanya memiliki arti yang sama yaitu saya. Namun dalam diskusinya, Mead membedakan antara keduanya di mana jika kita mempelajari diri kita sebagai obyek, maka itu disebut dengan “me”. Sedangkan jika kita mempelajari diri kita sebagai subyek maka itulah “I”.
“I” lebih bersifat spontan, kreatif, tidak terorganisir, tidak terencanakan, tidak teramalkan, tidak dapat diperhitungkan. Sedangkan “me” merupakan tindakan yang dilakukan atas perhitungan atau pemikiran sebelumnya. Kesadaran “me” muncul setelah kita mengambil peran. Misalnya setelah kita membuang kulit pisang tidak pada tempatnya kemudian setelah melakukan itu baru berfikir apakah akan membahayakan orang atau tidak. Maka dari itu “me” merupakan kontrol sosial.
“I” and “me” tidak bisa seimbang satu dengan yang lain. Kebanyakan orang cenderung membuat salah satu dari keduanya untuk mendominasi dalam hidup mereka. Contohnya adalah seniman yang lebih mengembangkan “I” daripada “me”. Hal ini dikarenakan bagi seniman terkadang aturan itu membatasi kreatifitas. Sehingga dia tidak mau menerima “me” bahkan memberontak “me” karena jika dia mengikuti “me” akan ada norma atau aturan yang membatasinya. Begitupun tokoh agama yang lebih memilih mengembangkan “me” daripada “I” karena menurutnya aturan agamalah yang akan membahagiakan hidupnya. Terlebih aturan agama telah berbaur dengan masyarakat.

C. Society
Untuk masalah masyarakat atau society dalam buku yang saya baca, Mead tidak begitu mengembangkannya. Mead hanya melihat masyarakat secara kecil dan menganggap lembaga organisasi hanyalah merupakan respon yang biasa saja atas tingkah laku masyarakat. Mead hanya menyatakan bahwa masyarakat ada sebelum ada individu dan proses mental atau proses  berfikir terbentuk dari masyarakat. Jadi, bagi Mead pola interaksi dan institusi sosial itu hanya merupakan respon yang biasa terjadi dalam masyarakat.
Jadi, pada dasarnya Teori Interasionisme Simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna-makna, di mana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna-makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung.


2 comments:

  1. hello.. mau tanya kalo sumbernya ini dapet dari mana ya? thanks for sharing

    ReplyDelete
  2. iya saya juga mau tanya sumbernya dari mana?

    ReplyDelete